Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan
kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat-Ki Hajar Dewantara.
Tujuan pendidikan yang
sangat mulia bukan? Bapak Pendidikan Indonesia mengharapkan bahwa murid (baca
generasi emas bangsa) bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Lalu apa yang bisa dilakukan pendidik untuk mencapai tujuan mulia tersebut? Iya
benar, suatu program yang berdampak pada murid adalah solusinya. Bagaimana
pendidik bisa merancang program tersebut? Adakah pertimbangan yang harus
dilakukan? Simak penjelasan berikut ini!
Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha yang
akan dijalankan (tersedia pada https://kbbi.web.id/program).
Langkah awal yang diperlukan sebelum merancang suatu program adalah membuat
pemetaan modal atau aset. Pendekatan berbasis
aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni
kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini
merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan,
dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk
memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Terdapat 7 aset utama di dalam buku Asset Building and Community
Development (Karya Green
dan Haines Tahun 2002) yang kemudian disebut sebagai modal utama, di antaranya
modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal
finansial, modal politik, serta modal agama dan budaya. Ketujuh modal tersebut
penting untuk dipetakan sebelum merancang suatu program karena beranjak dari aset
atau modal tersebutlah kita akan mengetahui kekuatan yang kita miliki. Berikut
ini disajikan contoh pemetaan aset di Kota Denpasar.
Apa langkah selanjutnya setelah
melakukan pemetaan asset atau sumber daya? Untuk membuat suatu program yang
berdampak pada murid, bisa dilakukan dengan bantuan pemetaan melalui tahapan
BAGJA. Istilah BAGJA merupakan adaptasi dari buah
karya Noble & McGrath pada tahun 2016. Dalam Bahasa Sunda BAGJA berarti
BAHAGIA. BAGJA merupakan sebuah akronim
dari suatu model manajemen perubahan yang menggunakan paradigma inkuiri
apresiatif (IA) berbasis kekuatan. BAGJA merupakan sebuah akronim, yaitu B
(Buat Pertanyaan Utama), A (Ambil Pelajaran), G (Gali Mimpi), J (Jabarkan
Rencana), A (Atur Eksekusi). Membuat tahapan BAGJA akan memudahkan pendidik
untuk menjalankan program karena sudah dipandu dalam tahapan BAGJA. Berikut disajikan
contoh panduan yang bisa diikuti ketika merancang tahapan BAGJA.
Apakah sudah selesai
sampai tahapan BAGJA? Tidak! Masih ada langkah lain yang harus ditempuh sebelum
menjalankan program, yaitu melakukan analisis manajemen risiko. Jangan sampai
program yang akan dilaksanakan bertentangan dengan hukum dan dapat membahayakan
diri murid serta pendidik. Manajemen
risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu
rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi,
pengendalian serta komunikasi risiko. Risiko dalam sebuah program merupakan
sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala sesuatu
yang kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan
melaksanakan program pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga
pendidikan wajib melakukan rangkaian analisis dan metodologi yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan
mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah.
Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat
dikelola dan dikendalikan karena apabila risiko tidak dikelola dengan baik,
maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan sehingga program sekolah
yang telah direncanakan tidak berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya,
apabila risiko dapat dikelola dengan baik maka sekolah dapat
meminimalisir segala kerugian yang dapat menghambat jalannya program sekolah
yang telah direncanakan. Risiko
merupakan sesuatu yang memiliki dampak terhadap pencapaian tujuan organisasi. Beberapa
tipe risiko di lembaga pendidikan, meliputi:
- Risiko
Strategis merupakan risiko yang berpengaruh
terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan
- Risiko
Keuangan merupakan risiko yang mungkin akan
berakibat berkurangnya aset
- Risiko
operasional merupakan risiko yang berdampak pada
kelangsungan proses manajemen
- Risiko
Pemenuhan merupakan risiko yang berdampak pada
kemampuan proses dan prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan
yang berlaku
- Risiko
Reputasi merupakan risiko yang berdampak pada
reputasi dan merek lembaga. (Princewatercoper, 2003)
Berikut
disajikan format kerangka identifikasi risiko yang dapat memudahkan pendidik
dalam melakukan pemetaan!
Kondisi saat ini
|
Kondisi yang akan datang
|
Risiko
|
Strategis
|
Keuangan
|
Operasional
|
Pemenuhan
|
Reputasi
|
|
|
|
|
|
|
|
Langkah selanjutnya adalah yang paling menarik
bagi saya pribadi, yaitu melakukan MELR. M (Monitoring),
E (Evaluation), L (Learning), R (Reporting). Langkah
ini dilakukan ketika program dilaksanakan dan ketika program selesai
dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi adalah suatu aktivitas yang sangat penting untuk
mendukung tercapainya suatu tujuan dari proyek atau program yang dilakukan. Monitoring
dan evaluasi atau lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan
dengan kegiatan atau program yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan,
tindakan, dan refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat
dilakukan berulang-ulang.
Dr Roger
Greenaway seorang ahli di bidang pelatihan guru dan sebagai fasilitator
merancang kerangka kerja pembelajaran (Learning)
melalui empat tingkat model. Keempat F tersebut adalah Fact (Fakta): Catatan
objektif tentang apa yang terjadi. Feeling (Perasaan): Reaksi emosional
terhadap situasi. Finding (Temuan): Pembelajaran konkret yang dapat diambil dari
situasi tersebut. Future (Masa Depan): Menyusun pembelajaran digunakan di masa
depan. Model ini dapat digunakan untuk berpikir dan merefleksikan situasi dan
dapat membantu menyusun refleksi tertulis. Model ini mudah diingat dan membahas
aspek utama dari apa yang perlu dipertimbangkan ketika meninjau suatu
pengalaman.
Menurut
Himstreet, et al. (1983), laporan (reporting) adalah pesan yang disampaikan secara sistematis dan
objektif yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari satu bagian
organisasi kepada bagian lain atau lembaga lain untuk membantu pengambilan
keputusan atau memecahkan persoalan. Tujuan penyusunan laporan adalah untuk
menjadikan informasi yang disampaikan jelas dan mudah dipahami. Fungsi Laporan
Fungsi laporan dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertanggungjawaban dan
pengawasan, penyampaian informasi, bahan pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
manajemen, serta sebagai salah satu alat untuk memperluas ide dan tukar-menukar
pengalaman.
Sangat
menarik bukan? Pengetahuan baru bagi saya, wawasan saya menjadi sangat terbuka setelah
mempelajari modul 3.3 tentang pengelolaan program yang berdampak pada murid. Rencanakan (pemetaan modal, tahapan BAGJA,
identifikasi risiko), Laksanakan (monitoring), dan Evaluasi (evaluation,
learning, reporting). Langkah tersebut harus dilakukan oleh pendidik agar
program yang dicanangkan benar-benar berdampak pada murid serta risiko yang
terjadi bisa diminimalkan.
Kesepuluh modul
yang disajikan dalam program pendidikan guru penggerak saling berkaitan satu
sama lain dan saling berkesinambungan. Dasar dari pembuatan program adalah filosofi
pendidikan dari Ki Hajar Dewantara bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai
keselamatan dan kebahagaian yang setinggi-tingginya (modul 1.1). Beranjak dari
filosofi tersebut, maka dibuatlah program yang berdampak pada murid (modul
3.3). Dari modul awal (modul 1.1) menuju modul akhir (modul 3.3) tentu melewati
delapan modul lain sebagai jembatannya.
Diperlukan nilai-nilai guru penggerak (modul
1.2) selama pembuatan program sampai akhir program. Nilai tersebut adalah
mandiri, kolaborasi, reflektif, inovatif, dan berpihak pada murid. Selanjutnya
diperlukan pendekatan inkuiri apresiatif (IA) melalui tahapan BAGJA (modul 1.3)
untuk memudahkan melakukan pemetaan program. Dalam pelaksanaan program yang
berdampak pada murid diperlukan penanaman budaya positif (modul 1.4) berupa
disiplin positif dan sebisa mungkin menghindari hukuman sebagai punishment. Oleh karena itu, diperlukan
suatu kesepakatan sebelum program dilaksanakan. Tentu tidak semua murid
memiliki kemampuan yang sama sehingga program yang dibuat agar benar-benar berdampak
bagi murid diperlukan diferensisasi (modul 2.1) sesuai dengan karakteristik dan
profil murid. Tak jarang juga dalam pelaksanaan yang sudah direncanakan dengan
matang akan terjadi kendala yang bisa memancing emosi sehingga diperlukan
latihan STOP sebagai salah satu cara mengendalikan emosi. Jadi sosial-emosional
(modul 2.2) selama perencanaan sampai evaluasi harus dikontrol. Pembagian tugas
pun setelah dipetakan kadang masih ada yang mengalami kebingungan sehingga diperlukan
praktik coaching (modul 2.3) baik
pada rekan sejawat maupun pada murid yang mengalami masalah saat program
dilaksanakan. Untuk menjalankan program tersebut tentu diperlukan seorang
pemimpin (modul 3.2) yang dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab
(modul 3.1).
Luar biasa
bukan kegiatan pendidikan guru penggerak ini? Tentu ilmu yang disajikan tidak
akan berguna jika belum diterapkan. Oleh karena itu, saya sebagai salah satu
calon guru penggerak berkewajiban untuk mengimplementasikan pengetahuan yang
didapat pada sepuluh modul yang diberikan serta mengimbaskannya pada rekan
sejawat maupun murid. Suatu tanggung jawab yang sangat besar sekali, tentu
tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Proses yang dilalui pun tentu
tidak semulus yang diharapkan. Namun, dengan berproses kita bisa menghargai sebuah
hasil. Dengan berproses pula kita dapat menciptakan generasi yang tangguh dan bisa
bertahan. Ingatlah bahwa murid bukanlah kertas kosong, tetapi mereka adalah
kertas yang samar-samar. Tugas pendidik adalah membuat coretan yang samar-samar
tersebut menjadi jelas. Caranya dengan mengenali minat dan bakat murid kemudian
buatkan program yang berdampak bagi murid. Pelajari kodrat jaman sang anak dan
kenali kodrat alam sang anak. Niscaya, kita akan berhasil menghantarkan
putra-putri terbaik bangsa Indonesia menuju keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik
sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
SALAM SELAMAT DAN BAHAGIA
#GuruPenggerak
#MerdekaBelajar
#IndonesiaMaju
#BanggaMenjadiGuru
#MuridkuPenyemangatku
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
2.
Ditjen GTK Kemendikbudristek RI.
3.
Fasilitator Bapak Yuli Cahyono (Pak Yoel) dari P4TK PENJASBK yang selalu sabar membimbing
saya.
4.
Pendamping saya dalam PGP, Bapak I Gede Eka Saputra yang selalu sabar
mendampingi.
5.
Teman-teman kelompok 1 di kelas A yang selalu berbagi ilmu.
6.
Kepala SMP Negeri 3 Denpasar atas segala dukungan yang diberikan.
7.
Rekan sejawat yang selalu memotivasi.
8. Keluarga tercinta atas
toleransi, kerja sama, dan motivasi yang diberikan.
Denpasar,
31 Mei 2021
Calon
Guru Penggerak Kota Denpasar
Putu
Sri Utami Dewi, S.Pd., M.Pd.
SMP
Negeri 3 Denpasar