Senin, 31 Mei 2021

Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid (Koneksi Antar Materi-Modul 3.3)

 


 Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat-Ki Hajar Dewantara.

        

        Tujuan pendidikan yang sangat mulia bukan? Bapak Pendidikan Indonesia mengharapkan bahwa murid (baca generasi emas bangsa) bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Lalu apa yang bisa dilakukan pendidik untuk mencapai tujuan mulia tersebut? Iya benar, suatu program yang berdampak pada murid adalah solusinya. Bagaimana pendidik bisa merancang program tersebut? Adakah pertimbangan yang harus dilakukan? Simak penjelasan berikut ini!

Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan (tersedia pada https://kbbi.web.id/program). Langkah awal yang diperlukan sebelum merancang suatu program adalah membuat pemetaan modal atau aset. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri.  Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.

Terdapat 7 aset utama di dalam buku Asset Building and Community Development (Karya Green dan Haines Tahun 2002) yang kemudian disebut sebagai modal utama, di antaranya modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, serta modal agama dan budaya. Ketujuh modal tersebut penting untuk dipetakan sebelum merancang suatu program karena beranjak dari aset atau modal tersebutlah kita akan mengetahui kekuatan yang kita miliki. Berikut ini disajikan contoh pemetaan aset di Kota Denpasar.


Apa langkah selanjutnya setelah melakukan pemetaan asset atau sumber daya? Untuk membuat suatu program yang berdampak pada murid, bisa dilakukan dengan bantuan pemetaan melalui tahapan BAGJA. Istilah BAGJA merupakan adaptasi dari buah karya Noble & McGrath pada tahun 2016. Dalam Bahasa Sunda BAGJA berarti BAHAGIA. BAGJA merupakan sebuah akronim dari suatu model manajemen perubahan yang menggunakan paradigma inkuiri apresiatif (IA) berbasis kekuatan. BAGJA merupakan sebuah akronim, yaitu B (Buat Pertanyaan Utama), A (Ambil Pelajaran), G (Gali Mimpi), J (Jabarkan Rencana), A (Atur Eksekusi). Membuat tahapan BAGJA akan memudahkan pendidik untuk menjalankan program karena sudah dipandu dalam tahapan BAGJA. Berikut disajikan contoh panduan yang bisa diikuti ketika merancang tahapan BAGJA.


Apakah sudah selesai sampai tahapan BAGJA? Tidak! Masih ada langkah lain yang harus ditempuh sebelum menjalankan program, yaitu melakukan analisis manajemen risiko. Jangan sampai program yang akan dilaksanakan bertentangan dengan hukum dan dapat membahayakan diri murid serta pendidik. Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Risiko dalam sebuah program merupakan sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib melakukan  rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah.


Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan karena apabila risiko tidak dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan sehingga program sekolah yang telah direncanakan tidak berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya, apabila risiko dapat dikelola dengan baik maka sekolah dapat meminimalisir segala kerugian yang dapat menghambat jalannya program sekolah yang telah direncanakan. Risiko merupakan sesuatu yang memiliki dampak terhadap pencapaian tujuan organisasi. Beberapa tipe risiko di lembaga pendidikan, meliputi:

  1. Risiko Strategis merupakan risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan
  2. Risiko Keuangan merupakan risiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya aset
  3. Risiko operasional merupakan risiko yang berdampak pada kelangsungan proses manajemen
  4. Risiko Pemenuhan merupakan risiko yang berdampak pada kemampuan proses dan prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
  5. Risiko Reputasi merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga. (Princewatercoper, 2003)

 

Berikut disajikan format kerangka identifikasi risiko yang dapat memudahkan pendidik dalam melakukan pemetaan!

Kondisi saat ini

Kondisi yang akan datang

Risiko

Strategis

Keuangan

Operasional

Pemenuhan

Reputasi

 

 

 

 

 

 

 

 

Langkah selanjutnya adalah yang paling menarik bagi saya pribadi, yaitu melakukan MELR. M (Monitoring), E (Evaluation), L (Learning), R (Reporting). Langkah ini dilakukan ketika program dilaksanakan dan ketika program selesai dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi adalah suatu aktivitas yang sangat penting untuk mendukung tercapainya suatu tujuan dari proyek atau program yang dilakukan. Monitoring dan evaluasi atau lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan dengan kegiatan atau program yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat dilakukan berulang-ulang.

Dr Roger Greenaway seorang ahli di bidang pelatihan guru dan sebagai fasilitator merancang kerangka kerja pembelajaran (Learning) melalui empat tingkat model. Keempat F tersebut adalah Fact (Fakta): Catatan objektif tentang apa yang terjadi. Feeling (Perasaan): Reaksi emosional terhadap situasi. Finding (Temuan): Pembelajaran konkret yang dapat diambil dari situasi tersebut. Future (Masa Depan): Menyusun pembelajaran digunakan di masa depan. Model ini dapat digunakan untuk berpikir dan merefleksikan situasi dan dapat membantu menyusun refleksi tertulis. Model ini mudah diingat dan membahas aspek utama dari apa yang perlu dipertimbangkan ketika meninjau suatu pengalaman.


            Menurut Himstreet, et al. (1983), laporan (reporting) adalah pesan yang disampaikan secara sistematis dan objektif yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari satu bagian organisasi kepada bagian lain atau lembaga lain untuk membantu pengambilan keputusan atau memecahkan persoalan. Tujuan penyusunan laporan adalah untuk menjadikan informasi yang disampaikan jelas dan mudah dipahami. Fungsi Laporan Fungsi laporan dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertanggungjawaban dan pengawasan, penyampaian informasi, bahan pengambilan keputusan dalam pelaksanaan manajemen, serta sebagai salah satu alat untuk memperluas ide dan tukar-menukar pengalaman.

 

            Sangat menarik bukan? Pengetahuan baru bagi saya, wawasan saya menjadi sangat terbuka setelah mempelajari modul 3.3 tentang pengelolaan program yang berdampak pada murid. Rencanakan (pemetaan modal, tahapan BAGJA, identifikasi risiko), Laksanakan (monitoring), dan Evaluasi (evaluation, learning, reporting). Langkah tersebut harus dilakukan oleh pendidik agar program yang dicanangkan benar-benar berdampak pada murid serta risiko yang terjadi bisa diminimalkan.

 

            Kesepuluh modul yang disajikan dalam program pendidikan guru penggerak saling berkaitan satu sama lain dan saling berkesinambungan. Dasar dari pembuatan program adalah filosofi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai keselamatan dan kebahagaian yang setinggi-tingginya (modul 1.1). Beranjak dari filosofi tersebut, maka dibuatlah program yang berdampak pada murid (modul 3.3). Dari modul awal (modul 1.1) menuju modul akhir (modul 3.3) tentu melewati delapan modul lain sebagai jembatannya.

Diperlukan nilai-nilai guru penggerak (modul 1.2) selama pembuatan program sampai akhir program. Nilai tersebut adalah mandiri, kolaborasi, reflektif, inovatif, dan berpihak pada murid. Selanjutnya diperlukan pendekatan inkuiri apresiatif (IA) melalui tahapan BAGJA (modul 1.3) untuk memudahkan melakukan pemetaan program. Dalam pelaksanaan program yang berdampak pada murid diperlukan penanaman budaya positif (modul 1.4) berupa disiplin positif dan sebisa mungkin menghindari hukuman sebagai punishment. Oleh karena itu, diperlukan suatu kesepakatan sebelum program dilaksanakan. Tentu tidak semua murid memiliki kemampuan yang sama sehingga program yang dibuat agar benar-benar berdampak bagi murid diperlukan diferensisasi (modul 2.1) sesuai dengan karakteristik dan profil murid. Tak jarang juga dalam pelaksanaan yang sudah direncanakan dengan matang akan terjadi kendala yang bisa memancing emosi sehingga diperlukan latihan STOP sebagai salah satu cara mengendalikan emosi. Jadi sosial-emosional (modul 2.2) selama perencanaan sampai evaluasi harus dikontrol. Pembagian tugas pun setelah dipetakan kadang masih ada yang mengalami kebingungan sehingga diperlukan praktik coaching (modul 2.3) baik pada rekan sejawat maupun pada murid yang mengalami masalah saat program dilaksanakan. Untuk menjalankan program tersebut tentu diperlukan seorang pemimpin (modul 3.2) yang dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab (modul 3.1).

 

            Luar biasa bukan kegiatan pendidikan guru penggerak ini? Tentu ilmu yang disajikan tidak akan berguna jika belum diterapkan. Oleh karena itu, saya sebagai salah satu calon guru penggerak berkewajiban untuk mengimplementasikan pengetahuan yang didapat pada sepuluh modul yang diberikan serta mengimbaskannya pada rekan sejawat maupun murid. Suatu tanggung jawab yang sangat besar sekali, tentu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Proses yang dilalui pun tentu tidak semulus yang diharapkan. Namun, dengan berproses kita bisa menghargai sebuah hasil. Dengan berproses pula kita dapat menciptakan generasi yang tangguh dan bisa bertahan. Ingatlah bahwa murid bukanlah kertas kosong, tetapi mereka adalah kertas yang samar-samar. Tugas pendidik adalah membuat coretan yang samar-samar tersebut menjadi jelas. Caranya dengan mengenali minat dan bakat murid kemudian buatkan program yang berdampak bagi murid. Pelajari kodrat jaman sang anak dan kenali kodrat alam sang anak. Niscaya, kita akan berhasil menghantarkan putra-putri terbaik bangsa Indonesia menuju keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

 SALAM SELAMAT DAN BAHAGIA

 #GuruPenggerak

#MerdekaBelajar

#IndonesiaMaju

#BanggaMenjadiGuru

#MuridkuPenyemangatku

 

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

2. Ditjen GTK Kemendikbudristek RI.

3. Fasilitator Bapak Yuli Cahyono (Pak Yoel) dari P4TK PENJASBK yang selalu sabar membimbing saya.

4. Pendamping saya dalam PGP, Bapak I Gede Eka Saputra yang selalu sabar mendampingi.

5. Teman-teman kelompok 1 di kelas A yang selalu berbagi ilmu.

6. Kepala SMP Negeri 3 Denpasar atas segala dukungan yang diberikan.

7. Rekan sejawat yang selalu memotivasi.

8. Keluarga tercinta atas toleransi, kerja sama, dan motivasi yang diberikan. 

Denpasar, 31 Mei 2021
Calon Guru Penggerak Kota Denpasar

 

 
Putu Sri Utami Dewi, S.Pd., M.Pd.
SMP Negeri 3 Denpasar

 

 

 

 


4 komentar:

  1. Suatu tulisan yang menarik dan banyak informasi yang dapat dipelajari. Semoga dapat mewujudkan program pembelajaran yang berdampak pada murid.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih kak dwi. Semoga bisa merealisasikan bersama

      Hapus
  2. Setelah saya membaca tulisan ini banyak hal baru yang bisa saya peroleh sehingga memberikan motivasi kepada kita sebagai seorang guru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mbk yuli. mari berkolaborasi

      Hapus